Benny Siapkan 17 Peti Mati, Kopassus Buat Misi Selesai Dalam Waktu 3 Menit, Dunia Tercengang!

Benny Siapkan 17 Peti Mati, Kopassus Buat Misi Selesai Dalam Waktu 3 Menit, Dunia Tercengang!

Kisah yang tak akan pernah akan habis untuk dibahas ialah perjuangan tentara-tentara hebat Indonesia dalam menjaga keutuhan NKRI. Mulai dari pasukan batalyon sampai tugas pasukan khususnya, semua kegiatan misi penyelamatan dan perlindungan yang dilakukan TNI sungguh mampu membangunkan jiwa nasionalis.

Cerita satu ini juga mampu membangun jiwa nasionalismu lewat kisah 35 anggota Kopassandha. Ya, cerita berawal pada tanggal 29 Maret, 35 anggota Kopassandha atau sekarang bernama Kopassus meninggalkan Indonesia dalam sebuah DC-10 yang disewa.

Tujuan mereka adalah ke Bandara Don Mueng di Thailand. Pasukan ini melakukan misi khusus untuk melumpuhkan para teroris yang menyandera 36 penumpang pesawat DC-9 Woyla.

Para anggota pasukan elite TNI ini hanya mengenakan pakaian sipil. Tak terlihat mereka sedang mengemban tugas penting untuk menyelamatkan para sandera yang nyawanya tengah terancam.

Tujuan penggunaan pesawat DC-10 dikarenakan terdapat kemungkinan bahwa para pelaku akan menerbangkan pesawat tersebut sampai ke Libya. Para anggota pasukan khusus ini bakal memburu para pembajak ini hingga kemanapun.

Sampai di Thailand Persiapan pun dilakukan. Latihan terakhir telah usai ketua tim Operasi Letkol Sintong Panjaitan sempat "menipu" anak buahnya sebelum operasi digelar.
Benny Siapkan 17 Peti Mati, Kopassus Buat Misi Selesai Dalam Waktu 3 Menit, Dunia Tercengang!
Berpura-pura operasi gagal, Sintong meminta semua anak buahnya tidur. Ini semata-mata dilakukannya agar anak buahnya cukup istirahat dan segar saat melakukan operasi berbahaya ini.

Dan waktunya pun tiba, tengah malam seluruh pasukan dibangunkan, sekitar Pukul 02.30 tanggal 31 Maret, prajurit bersenjata mendekati pesawat. Berpakaian loreng dan mengenakan baret merah kebanggaan Kopassus, mereka telah siap tempur.


Sebagian pasukan Menyandang senapan serbu H&K MP5 SD-2 kaliber 9 mm para tentara Kopassus ini siap menyergap para teroris. Para pelaku penyanderaan telah teridentifikasi, ada 6 orang.

Belakangan identitas mereka diketahui yakni Abdullah Mulyono, Wendy Mohammad Zein, Zulfikar, Mahrizal dan Abu Sofyan. Kelimanya tewas ditembak mati saat operasi. Tim pun telah dibagi, ada tim merah, tim biru dan tim hijau.

Mereka merencanakan agar Tim Merah dan Tim Biru memanjat ke sayap pesawat dan menunggu di pintu samping. Tim Hijau akan masuk lewat pintu belakang. Prajurit penanggulangan teror kopassus tengah beraksi Semua tim akan masuk ketika kode diberikan.

Pada pukul 02.43, tim Komando Angkatan Udara Thailand ikut bergerak ke landasan, menunggu di landasan agar tidak ada teroris yang lolos. Kode untuk masuk diberikan, ketiga tim masuk, dengan Tim Hijau terlebih dahulu, mereka berpapasan dengan Mahrizal teroris yang berjaga di pintu belakang.

Mahrizal lalu menembak dan mengenai Achmad Kirang, salah seorang anggota Tim Hijau di bagian bawah perut yang tidak terlindungi. Mahrizal, sepertinya teroris yang paling keras memberikan perlawanan. Selain menembak Achmad Kirang.

Tembakan Mahrizal juga mengenai rekan Ahmad Kirang. Beruntung peluru mengenai rompi anti peluru. Pasukan Komando segera membalas Mahrizal pun tewas di dekat Pramugari.
Aksi tim biru dan tim merah juga mendapat perlawanan.

Di dalam pesawat tim bertemu dengan Zulfikar teroris yang sempat melemparkan granat.

Beruntung granat tersebut tak meledak karena saat dilemparkan pin pemicunya belum dibuka secara sempurna. Lalu anggota tim menembak dan melukainya sebelum dia sempat keluar.

Sementara itu Abdullah Mulyono sempat berusaha merebut senjata anggota Kopassus. Namun upaya tersebut tidak berhasil, pelaku teror ini ditendang keluar pesawat dan langsung disambut rentetan peluru pasukan Komando yang telah disiagakan di luar pesawat.

Nasib serupa tertembjs peluru juga dialami oleh Wendy Mohammad Zein, Ia berhasil dilumpuhkan ditembak di dekat pintu darurat. Para penumpang kemudian disuruh keluar.

Namun satu diantara pelaku yang bernama Abu Sofyan juga turut turun dengan berpura-pura sebagai penumpang. Abu Sofyan teridentifikasi setelah penumpang yang mengenalinya memberikan kode kepada pasukan Komando yang berada di landasan.

Abu Sofyan yang berlari menjauhi pesawat langsung ditembak. Imran bin Muhammad Zein pimpinan teroris selamat dalam peristiwa baku tembak tersebut dan ditangkap oleh Satuan Kopassus.

Tim medis kemudian datang untuk menyelamatkan pilot pesawat DC-9 Woyla, Kapten Herman Rante, yang ditembak salah satu teroris dalam serangan tersebut. Dalam aksi kilat tiga menit tersebut Calon Perwira Achmad Kirang juga mesti gugur mengorbankan nyawanya demi keselamatan para penumpang.

 Sedangkan pilot pesawat Garuda Kapten Herman Rante meninggal di Rumah Sakit di Bangkok beberapa hari setelah kejadian tersebut. Kedua korban peristiwa terorisme ini kemudian dimakamkan di TMP Kalibata. Usai operasi yang mencengangkan dunia tersebut para anggota yang terlibat dianugerahi Bintang Sakti dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat.

Kecuali Achmad Kirang yang gugur di dalam operasi terebut dinaikkan pangkatnya dua tingkat secara anumerta.

Operasi pembebasan sandera DC-9 Woyla mengangkat nama Kopassus TNI AD ke jajaran pasukan elite dunia. Tak ada satu pun sandera yang terluka dalam misi ini.

Lima orang pembajak berhasil ditembak mati. Keseluruhan operasi tanggal 31 Maret 1981 ini hanya berlangsung tiga menit. Keberhasilan ini membuat dunia tercengang.

Mereka tak menyangka pasukan Indonesia bisa melakukan operasi khusus yang selama ini baru dilakukan militer negara maju. Belakangan terungkap, tak cuma negara lain yang ragu dengan peluang keberhasilan operasi.

Bahkan Kepala Operasi Letjen Benny Moerdani pun memperkirakan keberhasilan timnya hanya 50:50. Benny ternyata menyiapkan 17 peti mati dalam operasi itu.

Hal itu sesuai dengan perkiraan Benny bakal jatuh banyak korban dalam misi pembebasan sandera.

Perkiraan yang ternyata meleset karena usai operasi hanya dibutuhkan lima peti jenazah, itupun diperuntukkan bagi para pelaku teror seperti dikutip dari buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando yang ditulis Hendro Subroto dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2009. (*)

Berkomentarlah Dengan Bijak
EmoticonEmoticon