Tawuran berdarah Tjakrabirawa dan RPKAD bikin geger Jakarta

Tawuran berdarah Tjakrabirawa dan RPKAD bikin geger Jakarta

Resimen Tjakrabirawa dibentuk 21 Juni 1962 untuk menjaga keselamatan Presiden Soekarno . Banyak keistimewaan pasukan elite yang dibentuk dari gabungan empat angkatan ini.

Salah satunya, Tjakrabirawa bukan berada di bawah Markas Besar TNI, tetapi langsung di bawah presiden. Anggaran operasionalnya pun langsung ditangani rumah tangga kepresidenan. Seragam Tjakrabirawa dibuat sedikit kecoklatan dengan baret warna merah bata. Berbeda dengan pakaian organik TNI saat itu.

Banyak yang tidak suka dengan penampilan Tjakrabirawa. Sebagian anggota Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) misalnya, mereka merasa Tjakrabirawa tak layak mengenakan baret merah. Maklum, bertahun-tahun baret merah identik dengan RPKAD yang sudah menorehkan prestasi di berbagai palagan.

"Kalau ada Tjakra lewat jalan raya Bogor dan lewat Cijantung suka disorakin sama anak-anak RPKAD," kata Adi, seorang pensiunan RPKAD mengingat hal tersebut saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (27/9).

Baca Juga:
Sejarah Terbentuknya TNI dari Langkah Soekarno Gabungkan TRI dan Badan-badan Perjuangan Rakyat
Misi Rahasia, Tahu-tahu Suami di Pesawat Terbang, Mengungkap Kehidupan Istri Anggota Kopassus

RPKAD dan Tjakrabirawa bahkan pernah terlibat bentrok berdarah. Jakarta tegang oleh ulah dua pasukan elite itu sekitar tahun 1964. Penyebab bentrok berdarah itu cuma masalah sepele. Pagi harinya Tjakrabirawa dari KKO dan RPKAD sedang berlatih baris berbaris di Lapangan Banteng.

Setelah latihan, anggota RPKAD belajar menyetir mobil. Entah siapa yang memulai tiba-tiba kedua satuan elite ini saling ejek. Lalu berkembang jadi perkelahian. Karena lokasi dekat dengan markas Marinir, RPKAD kalah jumlah. Mereka lalu mengontak kawan-kawan mereka di Markas RPKAD Cijantung.
Tawuran berdarah Tjakrabirawa dan RPKAD bikin geger Jakarta
Bukan hanya pakai sangkur, mereka semua menggunakan senapan serbu AK-47. Ada beberapa yang menyandang bazooka dan siap menembak. Kawasan Kwini hingga Senen, Jakarta Pusat tak ubahnya seperti medan pertempuran.

Komandan Batalyon I RPKAD Mayor Benny Moerdani baru pulang main tenis dari Senayan langsung meluncur ke lokasi kejadian. Benny melihat puluhan anggota RPKAD dan KKO tergeletak penuh darah di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat.

Baca Juga:Takluk di Depan Kopassus yang Menyamar, Kisah Pasukan Paling Berbahaya Ditangkap di Hutan Kalimantan

Untungnya Benny kenal dengan Mayor Saminu, komandan Batalyon KKO Tjakrabirawa itu. Dia meminta tembak menembak dihentikan. Benny pun menyuruh seluruh anggota RPKAD pulang naik truk ke Cijantung.

Tindakan Benny mencegah jatuh korban jiwa lebih besar. Saat itu RPKAD sudah siap menembakkan bazooka, sementara KKO sudah siap memberondongkan AK-47 mereka.

Banyak satuan lain merasa iri dengan Tjakrabirawa karena disangka digaji lebih tinggi dan sejahtera. Padahal menurut Wakil Komandan Tjakrabirawa Kolonel (Purn) Maulwi Saelan, hal tersebut tidak benar.

"Kalau gaji itu dibayarkan dari satuan. Misal anggota Tjakrabirawa dari Yon 454, ya gajinya dibayarkan tetap dari Yon 454. Tidak ada kesejahteraan lain. Di Tjakrabirawa itu ya cuma bertugas," kata Saelan saat berbincang dengan merdeka.com.

Soal hubungan Resimen Tjakrabirawa dengan RPKAD yang tidak akur, Saelan mengakui memang ada yang iri karena menganggap Tjakrabirawa lebih sejahtera. Tapi selebihnya baik-baik saja.

Baca Juga:
Lima Sniper Paling Mematikan di Dunia, Salah Satunya dari Indonesia
Peristiwa 1958, Kisah Pasukan RPKAD Bertempur "Habisi" Teman Sendiri yang Membelot

"Tjakra dianggap istimewa, apalagi baretnya hampir sama. Mereka anggap kita pasukan yang wah. Tapi saya sendiri tak ada masalah. Saya terjun di RPKAD, di Batujajar. Komandan RPKAD Sarwo Edhie Wibowo meminta saya melatih RPKAD main bola. (Saelan adalah mantan kiper Timnas Indonesia yang pernah menahan Uni Soviet 0-0 di semifinal olimpiade 1956)," jelasnya.

Presiden Soekarno sendiri rupanya sudah mencium akan ada kecemburuan antarsatuan. Dalam pidatonya, Soekarno meminta Tjakrabirawa tak perlu sombong.

"Tugas Resimen Tjakrabirawa tidak lebih tinggi dari tugas Angkatan Darat. Sebaliknya, tugas Angkatan Darat tidak lebih tinggi daripada tugas Resimen Tjakrabirawa. Jangan ada salah satu angkatan yang merasa dirinya lebih dari angkatan lain, tidak!" pesan Soekarno .

"Jikalau aku memberi pakaian yang mentereng kepada kompi protokol, itu tak lain dan tak bukan ialah tiap-tiap negara harus mempunyai barisan protokol yang mentereng. Datanglah ke negara manapun, barisan protokolnya selalu mentereng. Ia punya pakaian bukan buat ganteng-gantengan, tetapi ialah untuk menjunjung tinggi nama negaranya," lanjut Soekarno . 

Berkomentarlah Dengan Bijak
EmoticonEmoticon