Apakah TNI perlu terlibat dalam operasi militer bersama di Marawi?

Apakah TNI perlu terlibat dalam operasi militer bersama di Marawi?


Apakah TNI perlu terlibat dalam operasi militer bersama untuk memerangi kelompok militan Islam yang mendukung kelompok yang menyebut diri Negara Islam (ISIS) di Marawi, Filipina selatan?
Wacana melibatkan TNI dalam operasi militer bersama di Marawi, Filipina selatan muncul kembali, saat sejumlah pejabat keamanan negara-negara ASEAN, Australia dan Selandia Baru menggelar pertemuan di Manado, Sulawesi Utara, pekan lalu.

Walaupun hasil pertemuan itu tidak menyebut kerja sama operasi militer, pemerintah Indonesia menyatakan tidak menutup kemungkinan TNI akan dikirimkan ke Marawi, kata Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Wiranto.

Pernyataan Wiranto itu disampaikan kepada wartawan usai penutupan acara Sub-regional meeting on Foreign terrorist fighters and Cross border terrorism (SRM FTF-CBT) di Manado, Sulut, Sabtu (29/07) lalu.
Apakah TNI perlu terlibat dalam operasi militer bersama di Marawi
Pasukan militer Filipina melakukan patroli di jalanan kota Marawi yang lengang, Juli 2017.
Pertemuan yang dihadiri para pejabat terkait dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Australia dan Selandia Baru, itu menyepakati antara lain kerja sama intelijen, pendanaan, serta pengawasan di perbatasan.

Wiranto mengatakan opsi pelibatan TNI dalam operasi militer bersama di wilayah Filipina selatan itu tetap terbuka.

"Bukan tidak mungkin jika suatu saat kami memutuskan untuk secara bersama-sama memerangi mereka (kelompok pendukung ISIS) di Marawi," kata Wiranto, seperti dikutip harian The Jakarta Post, Senin (31/07).

"Untuk mengirim pasukan (TNI) ke sana, 'kan tidak segampang yang kita gambarkan," kata Menkopolhukkam Wiranto pada awal Juli lalu.

Pada Senin (31/07), BBC Indonesia mencoba mewawancarai Menkopolhukkam Wiranto di sela-sela acara silaturahmi nasional Junior Chamber International (JCI) Indonesia 2017 di Jakarta, tetapi dia menolak berkomentar.

Kepada wartawan, Wiranto juga menolak menjawab pertanyaan yang tidak berkenaan dengan acara JCI tersebut. "Saya tidak mau menanggapi masalah di luar tema acara hari ini," katanya singkat.
Permintaan wawancara BBC Indonesia dengan Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto melalui sambungan telepon dan pesan tertulis di Whatsapp, juga tidak ditanggapi sampai sekitar pukul 18.30 WIB.

Namun demikian, Menkopolhukkam Wiranto sebelumnya telah melontarkan pernyataan bahwa TNI siap terlibat dalam operasi militer bersama di Marawi, setelah Filipina disebutnya telah memberikan semazam izin.

Prosedur operasional
Walaupun demikian, ujarnya, operasi militer tidak serta merta bisa digelar karena itu harus sesuai prosedur hukum yang berlaku di masing-masing negara.
Di sisi lain, Indonesia juga harus mematuhi prosedur operasional yang disyaratkan oleh Filipina.

"Untuk mengirim pasukan (TNI) ke sana, 'kan tidak segampang yang kita gambarkan," kata Wiranto kepada wartawan pada Senin, 3 Juli lalu.

"Perlu ada persiapan-persiapan, baik persiapan konstitusional, persiapan legislasinya, maupun persiapan di lapangan berupa satu penyamaan prosedur operasi (militer) bersama itu tidak mudah," jelasnya lebih lanjut.

Bagaimanapun, wacana pelibatan TNI dalam operasi militer besama di Marawi, Filipina selatan, seperti yang dilontarkan Menkopolhukkam, mendapatkan penolakan dari politikus PDI Perjuangan, Charles Honoris.

Dukungan sebagian warga Marawi di Filipina selatan terhadap kelompok militan ISIS tampak dari tulisan-tulisan itu.

"Masalahnya keterlibatannya seperti apa? Kalau keterlibatannya sebatas memberi advisory, memberikan informasi atau intelligence sharing, mungkin lebih bermanfaat," kata Charles kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Senin (31/07).

"Tetapi kalau bicara mengirim pasukan TNI untuk bertempur di Marawi, itu sudah melanggar UU TNI," tambahnya. Dia juga yakin kehadiran pasukan TNI bertentangan dengan konstitusi Filipina.
Menurutnya, TNI lebih baik fokus pada pengamanan di perbatasan dari kemungkinan penyusupan kelompok ISIS dari Filipina selatan.

"Yang perlu dilakukan negara-negara ASEAN adalah meningkatkan kerja sama, misalnya intelijen, agar ISIS tidak berkembang di kawasan (ASEAN)," tegas Charles yang juga anggota Komisi I DPR.

Tentara Filipina yang ditempatkan di Marawi untuk menghadapi kelompok militan pro-ISIS, Juni 2017. Lagi pula, ada risiko bahwa pasukan TNI yang diterjunkan ke wilayah Filipina selatan mampu menguasai medan, katanya.

Dan, "saya percaya militer Filipina punya kapasitas dan kapabiltas untuk memerangi ancaman di negara mereka. Mereka juga pasti lebih menguasai medan."
'Informasi intelijen yang akurat'

Sementara itu, Direktur Institut Kebijakan Analisis Konflik (IPAC) Sydney Jones mengatakan dirinya tidak meyakini bahwa pemerintah Indonesia akan melibatkan TNI dalam operasi militer bersama untuk memerangi kelompok militan pendukung ISIS di Marawi.

"Enggak mungkin Filipina mau menerima tentara dari negara lain," kata Sydney kepada BBC Indonesia, Senin (31/07) sore.

Dia juga menganggap bahwa kehadiran TNI di Marawi tidak akan berdampak banyak, karena kemungkinan mereka akan kesulitan dengan medan yang dihadapi.
"TNI tidak tahu sama-sekali daerah Filpina. Dan apa yang bisa mereka lakukan (di Marawi), tidak ada," tandasnya.

Kepulan asap hitam membumbung dari lokasi ledakan di jalanan kota Marawi, Filipina, Juni 2017.
Kehadiran tentara dari negara lain, lanjutnya, justru akan mengacaukan operasi militer yang dilakukan tentara Filipina dalam memerangi kelompok militan pendukung ISIS di Marawi. "Jadi tidak ada gunanya (operasi militer bersama)."

Lebih baik, menurut Sydney, negara-negara ASEAN melakukan kerja sama di bidang intelijen untuk mematikan gerakan terorisme di kawasan Asia Tenggara.

"Harus ada informasi yang akurat tentang jaringan ektremisme, itu yang sangat diperlukan di Filipina, bukan kekuatan militer yang lebih banyak lagi," katanya.

sumber : bbc

Berkomentarlah Dengan Bijak
EmoticonEmoticon