Pelaut Indonesia Harus Hindari Perairan Rawan Untuk Antisipasi Di Culik Kelompok Bersenjata - Commando

Para Pelaut Asal Indonesia Harus Hindari Perairan Rawan Perompak Untuk Antisipasi Di Culik Kembali Oleh Kelompok Bersenjata Di Perairan Malaysia Dan Filipina - Commando

C0MANDO.COM - JAKARTA - Banyak Himbauan yang terus disampaikan Oleh Pemerintaha Indonesia Termasuk Himabauan Panglima TNI Kpeada Para pelaut Indonesia Agar menghindari beberapa Kawasan perairan yang dianggap rawan dengan Tujuan Untuk menghindari penyanderaan oleh kelompok bersenjata. Pada insiden terakhir di perairan Sabah, Malaysia, tiga orang anak buah kapal berpaspor Indonesia diculik komplotan yang diduga bagian dari kelompok Abu Sayyaf, sedangkan sisa awak kapal dibebaskan.

Para Pelaut Asal Indonesia Harus Hindari Perairan Rawan Perompak Untuk Antisipasi Di Culik Kembali Oleh Kelompok Bersenjata Di Perairan Malaysia Dan Filipina - Commando

Baca Juga :
Pengadilan Arbitrase Tolak Klaim China di Laut Sengketa - Commando
China Tolak Putusan Arbitrase yang menolak Semua Klaim China Di Laut Sengketa - Commando

“Sebenarnya sudah ada moratorium (ekspor batu bara) dan larangan dari pemerintah untuk melewati daerah-daerah rawan. Itu semestinya ditaati,” kata pengamat intelijen dan terorisme Wawan Purwanto seperti dilansir Antara.

Moratorium yang ia maksud ialah penghentian sementara pengiriman batu bara ke Filipina, sedangkan larangan melintas diterapkan untuk wilayah selatan Filipina sekitar Zamboanga di Mindanao dan Sulu. Sulu juga merupakan lokasi penyanderaan tujuh anak buah kapal Indonesia yang diculik pada 20 Juni lalu.

Wilayah selatan Filipina, ujar Wawan, pun tak dapat dipegang sepenuhnya oleh pemerintah Filipina. Daerah itu menjadi ‘markas’ para separatis kelompok bersenjata.

Oleh sebab itu, Wawan menegaskan pelaut Indonesia harus memilih jalur-jalur netral demi keselamatan mereka. Jika sudah celaka di Filipina selatan, ujarnya, pemerintah Republik Indonesia sulit untuk bertindak karena perairan itu sudah di luar teritori Indonesia.

Ucapan senada dilontarkan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. “Kejadian penyanderaan terus berulang karena memang di sana 'jalur neraka'. Namun repotnya, biasanya pemilik kapal dan nakhoda tidak taat terhadap imbauan pemerintah demi alasan komersial.”

Asal Flores

Tiga pelaut Indonesia yang diculik Sabtu pekan lalu di perairan Sabah berasal dari Flores, Nusa Tenggara Timur. Daerah asal ketiganya diketahui setelah pemerintah RU menelusuri desa-desa di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

“Salah satu di antaranya memang belum diketahui desa asalnya, tetapi yang pasti ketiganya dari Flores Timur,” kata Bupati Flores Timur, Yoseph Lagadoni Herin, di Larantuka, Flores Timur.

Kapten kapal dengan identitas Lorens Koten, ujarnya, lahir dan besar di Desa Nobo, Kecamatan Ile Bura, Flores Timur. Ia meninggalkan kampung halaman belasan tahun untuk merantau, dan menikah dengan perempuan Toraja hingga kini memiliki KTP Toraja, Sulawesi Selatan.

Sementara awak kapal Theodorus Kopong berasal dari Dusun III Desa Adobala, Kecamatan Klubagolit, Adonara, Solor, Flores Timur. Berdasarkan KTP-nya, ia masih berstatus mahasiswa.

Sementara awak kapal bernama Emanuel Arakian, menurut keterangan pada paspornya berasal dari Desa Lamahoda, Flores Timur. Namun pemerintah desa setempat tidak mengenalnya. Selanjutnya setelah mengecek data kependudukan, ia diketahui berasal dari Adonara bagian tengah.

Saat ini tim dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Flores Timur masih menelusuri desa asal Emanuel di Adonara.

Berkomentarlah Dengan Bijak
EmoticonEmoticon