Dianggap kerap tidak sejalan, Jokowi Diminta Evaluasi Menhan & Panglima TNI

Dianggap kerap tidak sejalan, Jokowi Diminta Evaluasi Menhan & Panglima TNI


Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta mengevaluasi kinerja Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Pasalnya, berbagai kebijakan di sektor pertahanan kerap tidak sejalan dengan agenda reformasi pertahanan yang dicita-citakan dalam Nawacita.

Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf mengatakan, agenda reformasi pertahanan bukan hanya jalan di tempat. Dalam sejumlah isu, kebijakan yang dikeluarkan Menhan dan Panglima TNI justru mundur ke belakang.

Karena itu, bagi Al Araf, perlu regenerasi di pucuk pimpinan kedua institusi tersebut. Tujuannya, agar agenda reformasi pertahanan bisa kembali ke rel yang tepat.
Dianggap kerap tidak sejalan, Jokowi Diminta Evaluasi Menhan & Panglima TNI
"Ada agenda-agenda reformasi pertahanan yang harusnya didorong malah macet dalam dua setengah tahun kepemimpinan Menhan Ryamizard dan Gatot. Karena itu, perlu ada evaluasi menyeluruh. Tidak ada salahnya Jokowi melakukan regenerasi," ujar Al Araf dalam diskusi Evaluasi Bidang Pertahanan dan Menimbang Pergantian Panglima TNI dan Menhan di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta, Selasa 2 Mei 2017.

Al Araf menjelaskan, setidaknya ada 7 tolok ukur yang bisa digunakan untuk menilai kinerja keduanya. Pertama, bidang legislasi. Kedua, kebijakan. Ketiga, implementasi kebijakan. Keempat, profesionalisme aktor. Kelima, efektivitas pengawasan. Keenam, pengelolaan angaran. Dan terakhir, perspektif hak asasi manusia (HAM).

Terkait legislasi misalnya, Al Araf mengatakan, hingga kini Menhan dan Panglima TNI belum memasukan perubahan UU Nomor 31 Tahun 97 tentang Peradilan Militer dan RUU Perbantuan Militer dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

"Tapi justru RUU Kamnas (Keamanan Nasional) yang dengan substansi yang sama dengan dulu yang mengancam demokrasi," ujarnya.

Di sisi lain, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Irine Hiraswari Gayatri mengatakan, ada upaya TNI kembali ke ranah sipil dengan menandatangani nota kesepahaman bersama sedikitnya 30 institusi dan lembaga. Dalam kesepakatan-kesepakatan itu, prajurit-prajurit TNI diperbantukan untuk tugas-tugas sipil yang bukan keahlian mereka.

"Sejauh mana militer itu bisa masuk ranah sipil. Itu harus diperhatikan. Sekarang sudah sekitar 30 MoU. Outputnya apa? Ini juga perlu dievaluasi. Seharusnya ada keputusan politik kalau TNI itu diperbantukan di ranah sipil," ujarnya.

Deputi Direktur Riset Elsam Wahyudi Djafar menambahkan, mandeknya agenda reformasi pertahanan berimbas pada sulitnya menuntaskan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu. Terlebih, sejumlah pensiunan TNI yang diduga melanggar HAM di masa lalu juga masih bercokol di pemerintahan Jokowi-JK.

Sumber : MetroTV

Berkomentarlah Dengan Bijak
EmoticonEmoticon